Menkeu Soroti Turunnya Kontribusi Minerba



photo

JAKARTA, 8 DESEMBER 2025 – Kontribusi sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Sebaliknya, sektor hilir justru berkembang pesat, terutama industri pengolahan logam dasar.

Tren pergeseran ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025).

Menkeu menjelaskan bahwa nilai PDB industri pengolahan logam dasar melonjak signifikan dari Rp168 triliun pada 2022 menjadi Rp243,4 triliun pada 2025.

“Ini menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi, dari dominasi sektor hulu menuju hilirisasi yang memberikan nilai tambah lebih tinggi,” ujarnya.

Memasuki 2026, pemerintah menghadapi tantangan dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor minerba. Fluktuasi harga komoditas global dan regional, dorongan transisi energi hijau, serta kebutuhan menjaga stabilitas pendapatan negara menjadi perhatian utama pemerintah.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah menyiapkan berbagai instrumen fiskal, salah satunya rencana penerapan bea keluar (BK) terhadap ekspor emas dan batu bara.

Kebijakan ini diharapkan menjaga pasokan bahan baku bagi industri dalam negeri, memperkuat hilirisasi, meningkatkan pengawasan tata kelola, dan sekaligus menambah penerimaan negara.

Landasan dan Tujuan Kebijakan BK

Rencana penerapan BK tersebut mengacu pada Pasal 2A Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan yang mengatur bahwa bea keluar dapat diberlakukan untuk menjaga ketersediaan suplai domestik maupun menstabilkan harga komoditas.

Dalam arahannya, BK emas ditujukan untuk memperkuat nilai tambah melalui hilirisasi, mendukung kebutuhan emas dalam ekosistem bullion bank, meningkatkan pengawasan terhadap transaksi emas, serta mengoptimalkan penerimaan negara.

Sementara itu, penerapan BK batu bara diarahkan untuk mempercepat hilirisasi, mendukung program dekarbonisasi batu bara, dan meningkatkan kontribusi fiskal dari sektor tersebut.

Menkeu mengingatkan bahwa meskipun Indonesia memiliki cadangan emas terbesar keempat di dunia, ketersediaan bijih emas saat ini mulai menurun. Di sisi lain, harga emas internasional melonjak tajam hingga mencapai USD 4.076,6 per troy ounce pada November 2025.

“Sejalan dengan prioritas pengembangan ekosistem bullion bank Indonesia, kebutuhan pasokan emas domestik meningkat. Karena itu, dibutuhkan kebijakan bea keluar untuk memastikan suplai emas tetap tersedia di dalam negeri,” jelasnya.

Batu bara tetap memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Meski Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga dunia, sebagian besar ekspor masih berupa bahan mentah sehingga nilai tambah yang dihasilkan belum optimal.

“Untuk itu, instrumen BK disiapkan guna meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi. Saat ini mekanismenya sedang kami finalisasi bersama kementerian terkait,” tutup Menkeu.

Get In Touch

Jl Pahlawan No 7, Surabaya

gmail : vnncitra@gmail.com

Follow Us

© ekuitas.co. All Rights Reserved.